Test x1

Kamis, 01 Juli 2010

ALLAH MENGUTUS KITA

Galatia 6:1-16; Lukas 10:1-11; 16-20

Menarik untuk direnungkan, kisah pengutusan Yesus kepada 70 orang murid ke tempat – tempat yang akan dikunjungi-Nya di dalam Injil Lukas. Pengutusan ini semacam persiapan akan kedatangan-Nya. Kisah ini memiliki penekanan pada tujuan pengutusan itu sendiri, bagaimana perilaku atau sikap sebagai utusan dalam menjalankan misi-Nya dan bagaimana sikap menghadapi resiko penolakan. Kita perlu merenungkannya untuk memahami kehendak Allah yang mengutus kita dalam kehidupan nyata saat ini.
Tugas utama murid-murid adalah menyatakan Damai sejahtera dan pelayanan kasih berupa penyembuhan penyakit. Sebagai murid – murid Kristus masa kini, kita pun diutus untuk menyatakan damai sejahtera dan melakukan kebajikan dengan melayani orang yang membutuhkan, sebagai persiapan menyambut kedatanganNya.
Dalam mengemban tugas pengutusan, kita dituntut bergaya hidup sederhana. Tidak perlu membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut. Karena didalam kesederhanaan nampak kekuatan dan kuasa Allah. Kita pun harus memelihara sopan santun dalam berhubungan dengan semua orang: “jangan memberi salam dalam perjalanan nanti kalau sudah tiba di dalam rumah”. Nasehat ini kedengarannya tidak sopan namun yang hendak dikatakan oleh Tuhan Yesus disini supaya para murid tidak menunjukkan kehebatan atau kekhususan mereka atau show of force.
Tuhan Yesus juga mengajar mereka bagaimana seharusnya bersikap sebagai utusan Allah, yaitu kesediaan untuk menerima pelayanan atau “berkat” yang disediakan oleh tuan rumah dimana mereka berada sehingga sebagai utusan yang diberi tugas untuk melayani mereka pun bersedia untuk menerima pelayanan dari orang lain.
Tuhan Yesus memberi nasehat dan arahan kepada utusan – utusanNya, bahwa tugas yang diemban bukannya tidak mengandung resiko. Resiko sebagai “anak domba yang berada di tengah – tengah serigala”. Resikonya mungkin bukan saja penolakan melainkan juga lebih dari itu, sehingga diperlukan kesiapan dan kesadaran akan adanya tantangan dalam perjalanan mereka.
Kita diutus ketengah-tengah “dunia serigala” maka sejak awal kita pun harus sadar akan berbagai resiko yang dihadapi antara lain penolakan. Begitu berat resiko dalam menyatakan syalom Allah, oleh sebab itu ada batasan sampai dimana kerja kita berakhir. Kita terpilih “hanya” sebagai utusan yang berarti ada kuasa yang lebih dari kita, yaitu kuasa Allah, kepadanyalah beban ini ditujukan. Konsekwensi dari penolakan syalom Allah bukan lagi menjadi urusan kita melainkan menjadi urusan Allah dengan manusia atau dunia yang menolak.
Kita pun diajarkan untuk saling bertolong-tolongan dalam menanggung beban. Demikianlah kita memenuhi hukum Kristus seperti yang tertulis dalam surat Galatia. Sehingga dalam mengemban tugas pengutusan itu kita harus saling bekerjasama. Dan janganlah kita jemu-jemu berbuat baik selama masih ada kesempatan. Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

Dengan demikian tidak perlu ada ketakutan untuk gagal menyerukan tanda-tanda kerajaan Allah, untuk menyatakan damai sejahtera Allah, untuk berbuat baik, untuk melayani sesama dimanapun kita berada. Mari kita lanjutkan perjalanan ini untuk mengunjungi semua tempat, dalam mempersiapkan kedatanganNya yang kedua kali sambil menyatakan Syalom Allah bagi semua. Amin. (NB)